Cerita ini tidaklah diawalai dengan sebuah keajaiban. John Wood, seorang Marketing Eksekutif dari Perusahaan Microsoft, sudah penat dengan hiruk pikuk pekerjaan dan membutuhkan liburan. Kala itu ditahun 1998, seorang dengan jabatan Eksekutif Marketing di Microsoft, bekerja 7 hari seminggu membantu mengembangkan salah satu perusahaan paling inovatif di dunia. Kabar buruk bagi John Wood adalah ia tidak memiliki waktu senggang diluar jam kerja. Kabar baiknya, John Wood memiliki simpanan uang yang besar yang ia dapat dari saham perusahaannya.
John memutuskan berlibur tiga minggu mendaki pengunungan Himalaya. Tanpa handphone, email, bayangan wajah bosnya Steve Ballmaer ataupun Bill Gates. Hanya keheningan dan kedamaian yang ia dapatkan di puncak gunung.
Ketika singgah untuk beristirahat di sebuah pedesaan di Nepal, ia sejenak berdialog dengan seorang guru sekolah lokal dan mengajaknya untuk melihat-melihat sekolah yang ada di desanya.
Kala itu John Wood terperanjak melihat kondisi ruangan sekolah di hadapannya. Sebuah ruangan kelas kecil tanpa meja berisi 450 siswa, disatukan dalam sebuah ruangan pengap yang hanya mendapat cahaya matahari dari sebuah jendela kecil. John sejenak menyadari tidak ada buku apapun di sana. Setelah melihat kelas, ia diajak mengunjungi perpustakaan sekolah, sebuah ruangan kosong dengan lemari terkunci, yang berisi buku-buku lapuk berbahasa Inggris yang ditinggali para pendaki asing.
Sejenak John memeriksa buku di depannya dan mendapati buku itu adalah novel Danielle Steel. Ia terkejut novel ini tidak seharusnya ada disini.
Kemudian, kepala sekolah yang bersama John menyampaikan sebuah kalimat yang akan merubah hidup John selamanya: "Mungkin Pak John suatu saat akan kembali dengan membawa banyak buku."
John melanjutkan liburannya, pada saat itu ia merenung karena tidak bisa berbuat apa-apa. Kenyataannya, merubah dunia dimulai dari pendidikan. Melalui pendidikan kita mampu menopang diri kita. Melalui pendidikan, jangkauan pandangan hidup kita menjadi lebih luas dan melalui pendidikan kita bisa memberikan harapan kepada anak cucu kita untuk kehidupan yang lebih baik.
Lawan dari pendidikan adalah keterbatasan. Akibat paling buruk bisa dilihat pada negara yang dilanda perang, yang merekut pemuda-pemuda buta huruf, mencuci pikiran mereka dengan ekstrimisme dan menjadikan mereka teroris. Harga yang dibayar dari keterbelakangan pendidikan adalah kelaparan, keputusasaan dan perang.
John lantas mengirim email dari warnet di kota Khatmandu kepada 100 orang teman yang terdaftar pada list emailnya, menanyakan mereka apakah memiliki buku bertema anak-anak yang bisa disumbangkan. Ia berharap mendapatkan 200 buku. Ternyata menerima kiriman 3,000 buku. Berbagai buku yang ia dapatkan dari email pertama, ia bawa ke Nepal, menyewa beberapa keledai angkut dan memulai perjalanan yang sama menuju tempat sebelumnya. Ia membagikan buku kepada anak-anak disepanjang perjalanannya. Ia memenuhi permintaan sederhana kepala sekolah, kembali membawa buku-buku.
Setahun kemudian, dengan keberanian dan pertimbangan yang matang, ia mengundurkan diri dari pekerjaannya di Microsoft, meninggalkan semua hiruk pikuk, apartemen mewah, biaya hidup tinggi, jutaan dollar saham dan pindah ke sebuah flat sederhana di San Francisco.
Visi Room To Road adalah untuk membantu 10 juta anak-anak di Asia untuk mendapatkan akses bacaan yang baik. Dengan estimasi 1 milyar manusia buta huruf di dunia, John menyadari apa yang ia lakukan hanyalah setitik goresan, namun semoga menjadi goresan yang bermanfaat.
Saat ini, Room To Read beroperasi di Nepal, Vietnam, Kamboja, India, Sri Langka, Laos, Afrika Selatan dan sedang menyebar dengan cepat di neraga lainnya.
John Wood menjalankan organisasi sosialnya seperti bisnis pada umumnya, dan ia belajar dari organisasi bisnis paling inovatif di dunia, perusahaan Microsoft tempat ia bekerja sebelumnya. Dia begitu fanatik dengan akuntabilitas dan hasil kerja, dan menjunjung tinggi transparansi bagi pendonor atas investasi dana yang mereka sumbangkan. Penyandang dana akan mengetahui kemana dan untuk apa uang yang mereka sumbangkan kepada Room To Read.
Dan apa yang telah ia dan timnya lakukan selama ini?
Saat ini Room To Read telah menyumbangkan lebih dari 1 Juta buku berbahasa Inggris. Mereka juga telah menyumbangkan 1 Juta buku dari 99 buku yang mereka terbitkan sendiri, berbagai macam buku anak-anak berbahasa lokal dengan mempekerjakan dan membayar para penulis, seniman dan penerbit yang berasal dari daerah setempat.
Room To Read telah mendirikan lebih dari 3,370 perpustakaan dan membangun lebih dari 220 sekolah. Pada dasarnya mereka tidak ingin hanya "memberi", melalui apa yang mereka sebut "Tantangan Harapan", Room To Read menginginkan para penduduk setempat mulai dari kepala sekolah, komunitas sekitar dan penduduk lokal ikut menyumbangkan bantuan tenaga dan material ketika membangun perpusataan dan sekolah agar mereka bisa ikut andil dari kemajuan yang terjadi.
Room To Read tidak saja memberikan buku, batu bata dan semen, mereka juga berhadapan dengan hambatan budaya setempat. Di Asia, banyak anak perempuan tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah, mereka mengutamakan anak laki-laki. Namun yang terjadi di lapangan, ketika seorang wanita berpendidikan, ia cenderung akan mendidik anak-anak mereka, dan ini memberikan dampak yang besar pada generasi-generasi setelahnya.
Hingga saat ini, lebih dari 2,300 perempuan muda telah berubah hidupnya. Mereka mendapatkan beasiswa penuh dari Room To Read.
Ketika kita menggabungkan ini semua, Room To Read telah membawa perubahan pada lebih dari 1,2 juta anak-anak. Bukan hasil yang buruk bagi seorang pemuda yang niat awalnya hanya liburan untuk menghilangkan kepenatan kehidupan seorang eskekutif perusahaan.
*Rp 200,000 untuk membeli 20 buku bahasa.
Rp 29,900,000 untuk mendirikan sebuah perpustakaan sekolah.
Rp 78,000,000 - 156,000,000 untuk mendirikan sebuah sekolah.
Rp 156,000,000 untuk mendirikan sebuah lab komputer
Rp 3,250,000 untuk menyumbangkan beasiswa penuh selama setahun bagi seorang siswi.
Inilah ROI (Return of Investment)
Apa yang didapatkan oleh John dan organisasi sosialnya? Efek dari jutaan anak-anak yang bersentuhan dengan Room To Read tak ternilai, dan ia terus tumbuh.
Namun, ada yang lebih mengejutkan. John ditantang untuk menggunakan dana yang ada di Asia daripada di negaranya (Amerika Serikat). Karena terdapat sebuah anggapan bahwa John Wood dan Organisasinya hidup dan tumbuh di zaman dimana Amerika Serikat, disandingkan sebagai sebuah negara yang membawa kerusakan, dan dibutuhkan beberapa generasi untuk memperbaikinya.
"Seperti apa bangsa lain melihat Amerika?" Tanya Wood. "Apa yang mereka lihat sehingga mereka mengatakan bahwa orang Amerika itu baik dan murah hati? Jika kita bisa membantu mendirikan sekolah dan perpustakaan mereka, orang tua dan anak-anak mereka akan menjadi sahabat rakyat Amerika selamanya. Seperti itu seharusnya kita menghabiskan uang kita, bukan menghabiskan Rp 5,200 Triliun untuk anggaran militer. Jika saja kita menghabiskan setiap cent nya untuk membangun sekolah-sekolah dan perpustakaan-perpustakaan di luar Amerika, kita tidak perlu menjatuhkan bom pada manusia." -John Wood
Undur Diri Dari Microsoft, Pemuda Ini Mendirikan Perpustakaan Dan Sekolah Di Desa-Desa Terpencil
Reviewed by Rain
on
6:43 PM
Rating:
No comments: